HEMOROID
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SISTEM ELIMINASI
"hEMOROID"
D
I
S
U
S
U
N
O L E H :
KELOMPOK 3
KELAS A
|
KELAS B
|
MUH.
FAISAL AMIR
FIKRIAH
NABILA IRWAN
HERMISAMITA
IRMA
NINGSIH
|
MIFTAHUL JANNAH
ROSNAWATI
SRI AYU NINGSIH
HASNAWATI
ARLIANA
ARYA WARDIMAN
EDVAH PUSPITASARI
|
AKADEMI KEPERAWATAN
BATARI TOJA WATAMPONE
I.
KONSEP
DASAR MEDIS
A.
DEFINISI
Hemoroid
adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum
terjadi. Pada usia 50an, 50% individual mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau
memperberat adanya hemoroid internal, yaitu hemoroid yang terjadi di atas
sfingter anal sedangkan yang muncul di luar sfingter disebut hemoroid
eksternal. (Smeltzer & Bare, 2002)
Hemoroid
merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena
yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah atau di luar linea dentate.
Hemoroid interna adalah pelebaran yang berada di bawah mukosa (submukosa) di
atas atau di dalam linea dentate. (Sudoyo Aru, dkk dalam (Nararif & Hardhi, 2015) )
Hemoroid adalah
varises vena perinal. Hemoroid dapat internal atau eksternal. Hemoroid internal
merupakan varises dari pleksus hemoroidalis superior yang terjadi diatas batas
muko-kutaneus (linea pektinata), hemoroid ini dilapisi oleh membran mukosa dan
diinervasi oleh sistem saraf otonom. Hemoroid merupakan gangguan yang umum,
mempengaruhi baik laki-laki dan perempuan pada usia berapapun, tetapi
insidensinya lebih tinggi pada orang berusia 20 hingga 50 tahun. (Black & Hawks, 2009)
B.
ETEOLOGI
Hemoroid
timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang
disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti :
1.
Mengedan pada buang air besar yang sulit
2.
Pola buang air besar yang salah(lebih
banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama duduk dijamban sambil membaca,
merokok)
3.
Peningkatan tekanan intra abdomen karena
tumor (tumor udud, tumor abdomen)
4.
Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada
abdomen dan perubahan hermonal)
5.
Usia tua
6.
Konstipasi kronik
7.
Diare akut yang berlebihan dan diare
kronik
8.
Hubungan seks peranal
9.
Kurang minum air dan kurang makan
berserat (sayur dan buah)
10. Kurang
olahraga/imobilisasi
Klasifikasi
Dan Derajat (Sudoyo Aru, dkk dalam (Nararif & Hardhi, 2015) )
Berdasarkan
gambaran klinis Hemoroid interna dibagi atas :
Derajat
1 : pembesaran hemoroid yang tidak
prolaps ke luar kanal anus hanyad
dapat dilihat dengan anorektoskop
Derajat 2 : pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri kedalam anus secara spontan.
Derajat 3 : pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus
dengan
bantuan dorongan jari.
Derajat 4 : prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.
Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi
atas :
1. Hemoroid
eksterna (diluar/dibawah linea dentate)
2. Hemoroid
interna (didalam/diatas linea dentate)
C.
PATOFISIOLOGI
Tenesmus akan
meningkatkan tekanan vena intra-abdomen dan hemoroidalis, yang menyebabkan
distensi dari vena-vena hemoroidalis. Ketika ampula (kantong) rektum sedikit
terisi dengan feses. Diperkirakan akan terjadi obsntruksi vena. Sebagai akibat
dari peningkatan tekanan dan obstruksi yang berulang dalam jangka waktu lama
ini, vena-vena hemoroidalis berdilatasi secara permanen. Sebagai akibat dari
distensi, dapat pula terjadi trombosis dan perdarahan. (Black & Hawks, 2009)
PENYIMPANGAN KDM
Konstipasi dan
mengejan dalam jangka yang lama
|
Penurunan relatif
venous return didaerah perianal
|
Tekanan periver
meningkat- pelebaran vena anus ( hemoroid
|
Peradangan pada
pleksus hemoroidalis
|
Gangguan defekasi
|
Prolaps vena hemoroidalis
|
Membesar di
spinchter
|
Membesar diluar
rectum
|
Vena menegang
|
Ruptur vena
|
Operasi (hemoroidektomi)
|
Continuitas
jaringan rusak
|
Pelepasan
prostaglandin
|
Port d’entree
kuman
|
Resiko infeksi
|
Ansietas
|
Pre operasi
|
Nyeri
|
Anemia
|
Intoleransi
aktivitas
|
Konstipasi
|
Aliran vena balik
terganggu
|
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
klinis dari hemoroid eksternal adalah massa yang membesar pada anus. Hemoroid
internal dicirikan oleh perdarahan dan prolaps (prostusi keluar anus).
Manifestasi lain berupa gatal pada anus yang konstipasi. Nyeri dapat ditemukan
jika ada trombosis yang berkaitan. Darah yang ditemukan merah cerah dan dapat
dilihat pada feses atau pada tissu toilet. Prolaps dapat terjadi pada
kasus-kasus parah setelah olah raga atau berdiri yang lama. Hemoroid dapat
mengalami prolaps pada saat BAB dan kemudian kembali sendiri secara spontan
atau klien harus memasukkannya secara menual dengan tangan. Pada beberapa
klien, hemoroid prolaps sepanjang waktu. (Black & Hawks, 2009)
Hemoroid
menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna
merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksrternal dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis
adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Isi dapat menimbulkan pada area tersebut
dan nekrosis. Hemoroid eksternal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid
ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps (Smeltzer & Bare, 2002)
Hemoroid
eksternal di diagnosis dengan pemeriksaan visual, hemoroid internal di
diagnopsis melalui anamnesis, palpasi jari, anoskopi, menggunakan selang bolong
yang diberi cahaya untu melihat rektum, dan proktoskopi, yang berguna untuk
pemerisaan rektum yang lebih lengkap. Minta klien untuk mengejan selama
pemeriksaan sehingga menyebabkan vena-vena membesar, yang dapat membantu proses
diagnosis.
Komplikasi dari
hemoroid adalah perdarahan, trombosis, dan stragulasi hemoroid. Perdarahan yang
parah dari trauma vena jangka panjang saat defekasi dapat menyebabkan anemia
difisiensi besi. Darah dapat merembes atau bahkan menyemoprot keluar setelah
BAB. Trombosis di dalam hemoroid dapat terjadi kapanpun dan muncul sebagai
nyeri yang intens. Hemoroid stragulata, yang merupakan prolaps hemoroid dengan
aliran darah yang terpotong oleh sfigter anal, dapat menyebabkan trombosis
ketika darah dalam hemoroid mengalami penggumpalan. Pemeriksaan akan
menunjukkan nyeri yang parah, edema parah, dan inflamasi. (Black & Hawks, 2009)
E.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan
konservatif
a. Koreksi
konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari
obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti kodein.
b. Perubahan
gaya hidup lainnyaseperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi
dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi
antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala
gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen
plaponoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermiabilitas
serta efek anti inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
2. Pembedahan
Apabila
hemoroid interna derajat 1 yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konserpatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute
OpSouth Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain
:
a. Hemoroid
internal derajat 2 berulang
b. Hemoroid
derajat 3 dan 4 dengan gejala
c. Mukosa
rektum menonjol keluar anus
d. Hemoroid
derajat 1 dan 2 dengan penyakit penyerta seperti fisura
e. Kegagalan
penatalaksanaan konserpatif
f. Permintaan
pasien
Pembedahan
yang sering dilakukan yaitu :
a.
Skleroterapi
b.
Rubberband ligation
c.
Infrared termocogulation
d.
Bipolar diaterhermi
e.
Laser hemoroidetomi
f.
Dopler ultrasoundbuidet hemoroid artheri
ligation
g.
Cryotheraphi
h.
Stappled hemoroidopexi
Gejala hemoroid dan ketidak nyamanan
dapat dihilangkan dengan higiene personal yang baik dan menghindari mengejan
berlebihan selama defikasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan
sekamungkin satu-satunya tindakan yang diperlukan, bila tindaka ini gagal,
laksatif yang berfungsi mengabsorpsi air saat melewati usus dapat membantu.
Rendam duduk dengan salep, dan supositoria yang mengandung anestesi, astrigen
(wich hasel) dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran
berkurang.
Terdapat berbagai tipe tindakan
nonoperaqtif untuk hemoroid. Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar dan
terapi laser, adalah tehnik terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa
keotot yang mendasarinya. Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid
berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencega prolaps.
Tindakan bedah konserpatif hemoroid
internal adalha prosedur ligasi pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anosop,
dan proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil
diselipkan diatas hemoroid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi
nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan
mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini
memuaskan bagi beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini
menyebanbkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
Hemoroid dektomikriosirurgi adalah
metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid
selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang
menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan
keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama
sembuhnya.
Laser Nd;YAG telah digunakan saat ini
dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat dan
kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komlikasi pada
periode paca operatif. Metode pengobatan
hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luar, yang harus diatasi dengan
bedah lebih luas.
Hemorodektomi atau eksisi bedah, dapat
dilakukan untuk mengankat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini
selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didialatasi secara digital dan
hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian
dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui
sfingter untuk memungkinkan keluarnya platus dan darah, penempatan delfoan atau
kasa oksigen dapat diberikan diatas luka anal. (Smeltzer & Bare, 2002)
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan
colok dubur
Diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. Pada hemoroid interna tidak dapat
diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak
nyeri
2. Anoskop
: diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar
3. Progtosikmoidoskopi
: untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses peradangan atau
proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi. (Nararif & Hardhi, 2015)
G.
MASALAH
YANG SERING MUNCUL
1. Nyeri
akut b/d iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal atau anal sekunder
akibat penyakit anorektal spasme sfingter pada pascaoperatif
2. Intoleransi
aktivitas
3. Gangguan
rasa nyaman
4. Resiko
shok (hipopolemi)
5. Resiko
infeksi
6. Konstipasi
b/d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi
7. Ansietas
b/d rencana pembedahan dan rasa malu. (Nararif & Hardhi, 2015)
II.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :
Kelemahan, Kelelahan, Malaise, cepat lelah. Imsomnia, tidak teratur karena
diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas / kerja sehubungan
dengan efek proses penyakit.
Sirkulasi
Tanda :
Takikardia, Kemerahan, area ekimosis, TD hipotensi.
2. Integritas Ego
Gejala :
Ansietas, ketakutan, emosi kesal. Faktor stress akut/
kronis. Faktor budaya. Peningkatan prevelensi pada
populasi yahudi.
Tanda :
Menolak, perhatian menyembpit, depresi.
3. Eliminasi
Gejala :
Tekstur feses berfariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair.
Tanda :
Menurunya bising usus, tak ada peristaltik yang dapat dilihat.
4. Makanan/ Cairan
Gejala :
Anoreksia, mual/ muntah, penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diet/
sensitif.
Tanda :
Penurunan lemak subkutan/ massa otot. Kelemahan tonus otot dan turgor kulit
buruk, membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
5.
Hygiene
Tanda:
Ketidak mampuan mempertahankan perawatan diri, stomatitis menunjukkan
kekurangan vitamin, bau badan.
6.
Nyeri/
Kenyamanan
Gejala :
Nyeri/ nyeri tekan pada kuadran kiri bawah. Titik nyeri berpindah, nyeri tekan
(artritis). Nyeri mata, foto fobia (iritis).
Tanda :
Nyeri tekan abdomen/ distensi.
7.
Keamanan
Gejala :
Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis, artritis, peningkatan
suhu 39,6-40oC.
Tanda :
Lesi kulit mungkin ada. Ankilosa spondilitis. Ureitis, konjungtivitis.
8.
Seksualitas
Gejala :
Frekuensi menurun/ menghindari aktivitas sosial.
9.
Interaksi
Sosial
Gejala :
Masalah hubungan/ peran sehubungan dengan kondisi. Ketidakmampuan aktivitas
dalam sosial.
10.
Penyuluhan/
Pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga berpenyakit
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Nyeri
akut b.d iritasi
2. Konstipasi
b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
3. Ansietas
b.d rencana pembedahan
4. Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan umum
5. Resiko
infeksi b.d adanya luka di daerah anorektal.
C.
INTERVENSI
1. Nyeri
akut b.d iritas
Tujuan dan Kriteria
Hasil
· Pain
level
· Pain
control
· Comfort
level
Kriteria
hasil
· Mampu
mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri ,mencari bantuan )
· Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
· Mampu
mengenali nyeri ( skala,intensitas,frekuensi dan tanda nyeri )
· Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi
· Kaji
skala nyeri pasien.
· Anjurkan
untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
· Berikan
posisi yang nyaman sesuain keinginan pasien
· Observasi
tanda-tanda vital
· Berikan
bantal/alas pantat
· Anjurkan
tidak mengejanyang berlebihan saat defekasi.
· Kolaborasi
untuk pemberian terapi analgetik.
2. Konstipasi
b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
Tujuan dan Kriteria
Hasil
· Bowel
elimination
· Hydration
Kriteria
hasil
· Mempertahankan
bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
· Bebas
dari ketidaknyamanan dan kostipasi.
· Mengidentifikasi
indicator untuk mencegah konstipasi.
· Feses
lunak dan berbentuk.
Intervensi
· Kaji
pola eliminasi dan konsistensi feces.
· Berikan
minum air putih 2-3 liter perhari (bila tidak ada kontraindikasi)
· Berikan
banyak makan sayur dan buah.
· Anjurkan
untuk segera berespon bila ada rangsangan buang air besar
· Anjurkan
untuk melakukan latihan relaksasi sebelum defekasi.
· Anjurkan
untuk olahraga ringan secara teratur.
· Kolaborasi
untuk pemberian terapi laxantia dan analgetik.
3. Ansietas
b.d rencana pembedahan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
· Anxiety
self control
· Anxiety
level
· Coping
Kriteria
hasil
· Klien
mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
· Mengidentifikasi,mengungkapkan
dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas.
· Vital
sign dalam batas normal
· Pustur
tubuh,ekpresi wajah,bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan.
Intervensi
· Kaji
tingkat kecemasan
· Kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
· Berikan
kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
· Dampingi
dan dengarkan pasien
· Libatkan
keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk memberikan
dukungan
· Anjurkan
pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
· Kolaborasi
dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
· Kolaborasi
untuk terapi anti ansietas (bila perlu).
4.
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan dan
Kriteria Hasil
·
Energy conservation
·
Activity tolerance
·
Self care : ADL
Kriteria hasil
·
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan darah,nadi dan RR
·
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari
ADL secara mandiri.
·
Tanda-tanda vital normal.
·
Energy psikomotor.
·
Level kelemahan.
·
Mampu berpindah dengan atau tanpa
bantuan alat.
·
Sirkulasi status baik.
Intervensi
·
Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi
medik dalam merencanakan program terapi yang tepat.
·
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan.
·
Bantu pasien / keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
·
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan.
·
Monitor respon fisik,emosi,sosial dan
spiritual.
5. Resiko
infeksi b.d adanya luka di daerah anorektal.
Tujuan dan Kriteria
Hasil
· Immune
status
· Knowledge
infection control
Kriterisa
hasil
· Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi.
· Mendeskripsikan
proses penularan penyakit factor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
· Jumlah
leukosit dalam batasan normal
· Menunjukkan
perilaku hidup sehat
Intervensi
· cuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan.
· Gunakan
baju,sarung tangan sebagai pelinduung
· Inspeksi
kondisi luka/ insisi bedah
· Berikan
terapi antibiotik bila perlu
· Monitor
kerentanan terhadap infeksi
· Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan geejala infeksi.
· Ajarkan
cara menghadapi infeksi
D.
EVALUASI
Hasil yang diharapkan
1. Mendapatkan
pola eliminasi yang normal
a. Menyusun
waktu untuk defikasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur
b. Berespon
terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk duduk di toilet
dan menmcoba untuk deikasi
c. Menggunakan
latihan relaksasi sesuai kebutuhan
d. Menambah
makanan tinggi serat pada diet
e. Meningkatkan
masukan cairan sampai 2L/24 jam
f. Melaporkan
pasase feses lunak dan berbentuk
g. Melaporkan
penurunan ketidak nyamanan pada abdomen
2. Mengalami
sedikit ansietas
3. Mengalami
nyeri sedikit
a. Megubah
posisi tubuh dan aktivitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan
b. Menerapkan
kompres hangat/dingin pada area rektal/anal
c. Melakukuan
rrendam duduk kali sehari
4. Mentaati
program terapeutik
a. Mempertahankan
area perinal kering
b. Makan
makanan pembentuk bulk
c. Mengalami
feses lunak dan berbentuk secara teratur
5. Bebas
dari masalah perdarahan
a. Insisi
bersih
b. Menunjukkan
tanda vital normal
c. Menunjukkan
tidak ada tanda hemoragi
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Keperawatan
Medikal Bedah: Manejemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (Vol. 2). (S.
Aklia, G. Faqihani, P. P. Lestari, R. W. Sari, Penyunt., J. Mulyanto,
Yudhistira, A. P. Tunggono, N. H. Setiyawan, R. Martanti, Natalia, et al.,
Penerj.) Singapura: Elsevier.
Dongoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.
C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nararif, A. H., & Hardhi, K. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC.
Jogjakarta: MediAction.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth (Vol. 2). (P. Endah,
E. Monica, Penyunt., d. H. Kuncara, S. K. Ester, d. A. Hartono, DAN, & S.
K. Asih, Penerj.) Jakarta: EGC.
Komentar
Posting Komentar