Karya Tulis Ilmiah

“KARYA TULIS ILMIAH”

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI TIFOID DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD TENRIAWARU 
KELAS B KABUPATEN BONE






Oleh:
HASNAH
BT 1401052


AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA
WATAMPONE
2017











“KARYA TULIS ILMIAH”

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI TIFOID DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD TENRIAWARU 
KELAS B KABUPATEN BONE 




Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.md.Kep) pada Akademi Keperawatan Batari Toja Watampone









Oleh :
HASNAH
BT 1401052




AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA
WATAMPONE
2017







SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan:
1.        Karya Tulis Imliah ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Ahli Madya Keperawatan baik di Akademi Keperawatan Batari Toja Watampone maupun instansi lain.
2.        Karya Tulis Imliah  ini adalah murni gagasan, dan rumusan saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing.
3.        Dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4.        Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi.


Watampone 04 Agustus 2017
Yang membuat pernyataan,


Materai 6.000



HASNAH
BT 1401052









MOTTO
“Dalam hidup akan ada banyak hal ;
Suka atapun duka,,,
Tawa atapun Tangis,,,,
Sehat atapun sakit,,,
Mudah ataupun sulit,,,
Nikmati Prosesnya  تعال الله  (Lillahi Ta’Ala),,,
Maka إِن شَاء اللَّهُ ,,, semua akan baik-baik saja”














LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Tifoid dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh” telah disetujui untuk diuji dan pertahankan dalam Seminar Karya Tulis Imliah di hadapan Tim Penguji Akademi Keperawatan Batari Toja Watampone.

Watampone, 04 Agustus 2017

Pembimbing



Hj. Mardiana, S. Kep., Ns
NIDN  0917058403



Najman, S. Kep             
NUPN 9909913751

Mengetahui,
Direktur Akper Batari Toja Watampone


Muhammad Basri, S. Kep., Ns., M. Kep
NIDN 0918127901




LEMBAR PENETAPAN PENGUJI
            Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Tifoid dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Di ruang Perawatan Anak” telah diuji dihadapan Tim Penguji Akademi Keperawatan Batari Toja Watampone yang di selenggarakan pada hari Jumat Tanggal 11 Agustus 2017.

Tim Penguji :

1.        Hj. Mardiana, S. Kep., Ns                                               (……………………)


2.        Najman, S. Kep                                                                (……………………)


3.        Andi Erniwati S. Kep., Ns                                               (……………………)


Mengetahui,
Direktur Akper Batari Toja
 Watampone

Muhammad Basri, S. Kep., Ns., M. Kep
NIDN.0918127901





LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Tifoid dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Di Ruang Perawatan Anak” telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji  Akademi Keperawatan Batari Toja Watampone yang di selenggarakan pada hari Jumat Tanggal 11 Agustus 2017.

Tim Penguji :
1.      Hj. Mardiana, S. Kep., Ns                                               (……………………)


2.      Najman, S. Kep                                                                (……………………)


3.      Andi Erniwati S. Kep., Ns                                               (……………………)

Watampone, Agustus 2017
Disahkan,
Direktur Akper Batari Toja
 Watampone


Muhammad Basri, S.Kep.,Ns.,M. Kep
NIDN.0918127901







 RIWAYAT HIDUP


   



A. IDENTITAS
1.      Nama                                       :HASNAH
2.      Tempat tanggal lahir               :Tippulue, 11 Juli 1997
3.      Jenis kelamin                           :Perempuan
4.      Agama                                     :  Islam
5.      Suku/ Bangsa                          :  Bugis / Indonesia
6.      Alarnat                                    :  Balakang
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1.      Tahun 2002 masuk SD/Inpres 12/79 Toro dan tamat tahun 2008               
2.      Tahun 2008 masuk SMP Negeri 7 Watampone  dan tamat tahun 2011
3.      Tahun 2011 masuk SMA Negeri 5  Watampone
4.      Tahun Pindah 2013 SMK Negeri 2 Watampone dan Tamat Tahun 2014
5.      Tahun 2014 mengikuti pendidikan di Akper Batari Toja Watampone sampai sekarang



ABSTRAK
HASNAH BT 14 01 052, Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Tifoid dengan Ketidakeimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Di Ruang Perawatan Anak RSUD Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone Tanggal 11-14 Juli 2017, Dibimbing oleh Hj.Mardiana,S.Kep., Ns dan Najman S.Kep
(xvi+ 70 Halaman + 13 Tabel + 6 Lampiran + 27 Kepustakaan)                              

Latar Belakang: Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang menyerang saluran pencernaan. Pasien demam  thypoid mengalami gangguan pemenuhan nutrisi karena menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus dan kurangnya nafsu makan. Di Indonesia, prevalensi 91% kasus demam thypoid terjadi pada usia anak.
Tujuan: Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien gangguan nutrisi dengan demam thypoid yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Metode: Penulisan karya tulis ilmiah ini, menggunakan metode study kepustakaan dan study kasus, dengan teknik pengumpulan data  melalui observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan study dokumentasi.
Hasil: Tanggal 11 juli 2017 Pada An. “N”, penulis menemukan data: Riwayat demam, mual, muntah dan nafsu makan kurang, pemeriksaan fisik terdapat bibir kering, lidah tertutup selaput putih, perut kembung, uji widal dengan titer 1/350. Pada An. “M”, penulis menemukan: Demam, mual, muntah dan nafsu makan kurang, terdapat  Lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah, perut kembung, dan ekspresi wajah cemas, uji widal dengan titer 1/300. Dari hasil pengkajian, diagnosa yang didapatkan pada kedua klien yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari, An. “N” mengalami peningkatan nafsu makan, dan An. “M” tidak mengalami peningkatan nafsu makan.
Kesimpulan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang sama terhadap kedua klien yaitu memberikan makanan dalam porsi kecil setiap hari, tidak menunjukkan hasil yang sama pada kedua klien. Kesenjangan ini terjadi disebabkan   karena respon fisiologi maupun psikologi yang berbeda dalam menghadapi suatu penyakit.

Kata Kunci : Demam thypoid, Nutrisi, Anak



KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini mengenai kasus Tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Tujuan saya menyusun Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep), maka saya menyusun Karya Tulis Imliah ini dengan kesadaran bahwa Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memperluas wawasan dan saya berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat dipergunakan sebaik mungkin, baik oleh para mahasiswa maupun tenaga pendidik.
Untuk itu suatu kewajiban bagi penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan ikhlas, serta penghargaan yang setinggi-tingginya, terutama kepada:
1.      Bapak Drs. H. Andi Bachtiar selaku pendiri Yayasan Makassar Indonesia, yang telah mendirikan Kampus Batari Toja Watampone sehingga penulis bisa melanjutkan pendidikan keperawatan.
2.      Bapak H. Andi Ahmad Ashari, SE. Selaku ketua yayasan makassar indonesia yang menaungi Kampus Akademi Keperawatan Batari Toja Watampone.
3.      Bapak Ns. Muhammad Basri, S.Kep, M. Kep selaku Direktur Akper Batari Toja Watampone yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang begitu beraharga selama penulis mengikuti pendidikan di Akper Batari Toja Watampone hingga penyusunan karya tulis ilmiah ini selesai.
4.      Ibu Hj.Mardiana S.Kep., Ns sebagai penasehat akademik sekaligus pembimbing karya tulis ilmiah, yang  juga telah memberi banyak nasehat, arahan dan bimbingan dari awal sampai karya tulis ilmiah ini selesai.
5.      Bapak Najman S.Kep sebagai pembimbing pendamping karya tulis ilmiah yang juga telah memberi banyak petunjuk dan bimbingan dari awal sampai karya tulis ilmiah ini selesai.
6.      Seluruh staf Akademik Keperawatan Batari Toja Watampone yang telah memberikan bantuan, bimbingan, pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi penulis.
7.      Teristimewa kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan bantuan secara moril, materi serta doa restu kepada penulis hingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
8.      Rekan-rekan mahasiswa Akademik Keperawatan Batari Toja Watampone serta teman-teman seperjuangan atas doa, dukungan dan bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan di Akper Batari Toja Watampone.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mengalami kesulitan terutama karena kemampuan dan keterbatasan materi. Tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang sempurna.
Saya merasa dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini masih ada hal yang kurang berkenan maka saya meminta maaf apabila ada tulisan yang salah. Saya juga menerima saran dan kritikan yang membangun demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
Dengan demikian Karya Tulis Ilmiah ini disusun supaya pembaca dapat lebih memahami tentang kasus Tifoid dengan masalah Pemenuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh. Harapan penulis semoga karya tulis ini bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan kesehatan umumnya dan perawat khususnya.


Watampone, 04 Juli 2017

Penyusun






  


DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM............................................................................................      i
LEMBAR PERNYATAAN...............................................................................     ii
MOTTO..............................................................................................................    iii
LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................    iv
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI.................................................................     v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI.............................................................    vi
RIWAYAT HIDUP...........................................................................................   vii
ABSTRAK......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR.......................................................................................   ix
DAFTAR ISI......................................................................................................   xii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................  xv
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang...................................................................................   1
1.2     Batasan Masalah.................................................................................   4
1.3     Tujuan Penelitian................................................................................   4
1.4     Manfaat Penelitian.............................................................................   5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Asuhan Keperawatan Klien dengan Ketidakseimbangan Nutrisi......   7
2.1.1        Pengkajian..............................................................................   7
2.1.2        Diagnosa.................................................................................   9
2.1.3        Perencanaan............................................................................   9
2.1.4        Implementasi.......................................................................... 12
2.1.5        Evaluasi.................................................................................. 12
2.2  Tinjauan Teori..................................................................................... 13
2.2.1        Konsep Dasar Medik.............................................................. 13
1)        Definisi Thypoid.............................................................. 13
2)        Etiologi............................................................................ 14
3)        Patofisiologi..................................................................... 14
4)        Manifestasi Klinik........................................................... 16
5)        Komplikasi....................................................................... 18
6)        Pemeriksaan Penunjang................................................... 19
7)        Penatalaksanaan............................................................... 21
2.2.2        Konsep Dasar Kebutuhan Nutrisi........................................... 24
1)      Konsep Nutrisi.................................................................. 24
2)      Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan…... 33
3)      Masalah Nutrisi Kurang dari Kebutuhan.......................... 34
4)      Metode Pengkajian Nutrisi............................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1  Desain.............................................................................................. 42
3.2  Batasan Istilah.................................................................................. 42
3.3  Unit Analisis.................................................................................... 43
3.4  Lokasi dan Waktu............................................................................ 44
3.5  Pengumpulan Data........................................................................... 44
3.6  Uji Keabsahan Data......................................................................... 44
3.7  Analisa Data..................................................................................... 45
3.8  Etik Studi Kasus.............................................................................. 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil................................................................................................. 47
4.1.1        Gambaran lokasi Studi Kasus.............................................. 47
4.1.2        Karakteristik Partisipan........................................................ 47
4.1.3        Data Asuhan Keperawatan.................................................. 48
1)      Pengkajian...................................................................... 48
2)      Diagnosa......................................................................... 53
3)      Perencanaan.................................................................... 53
4)      Implementasi.................................................................. 54
5)      Evaluasi.......................................................................... 57
4.2  Pembahasan...................................................................................... 59
4.2.1        Pengkajian............................................................................ 59
4.2.2        Diagnosa............................................................................... 62
4.2.3        Perencanaan.......................................................................... 63
4.2.4        Implementasi........................................................................ 64
4.2.5        Evaluasi................................................................................ 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan...................................................................................... 67
5.2  Saran................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA













DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Skala Outcome Peningkatan Nafsu Makan........................................... 11
Tabel 4.1 Identitas Klien....................................................................................... 48
Tabel 4.2 Riwayat Penyakit.................................................................................. 48
Tabel 4.3 Nutrisi.................................................................................................... 49
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik.................................................................................. 50
Tabel 4.5 Antropometri......................................................................................... 51
Tabel 4.6 Sistem pencernaan................................................................................. 51
Tabel 4.7 Pemeriksaan Diagnostik........................................................................ 51
Tabel 4.8 Analisa Data.......................................................................................... 52
Tabel 4.9 Diagnosa Keperawatan.......................................................................... 53
Tabel 4.10 Intervensi Keperawatan....................................................................... 53
Tabel 4.11 Implementasi....................................................................................... 54
Tabel 4.12 Evaluasi............................................................................................... 57















DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I     : Informed consent
Lampiran II     : Absensi Dinas
Lampiran III   : Surat Keterangan (Telah Melakukan Studi Kasus)
Lampiran IV   :Lembar Konsultasi Karya tulis ilmiah
Lampiran V     :Lembar Konsultasi KTI





DAFTAR SINGKATAN
BB                   : Berat Badan
Depkes                        : Departemen Kesehatan
Dirjen              : Direktorat Jendral
Kg                   : Kilo Gram
Kkal                : Kilo Kalori
LLA                : Lingkar Lengan Atas
LOLA             : Lingkar Otot Lengan Atas
MDR               : Multi Drug Resistant
mmHg             : Milli meter hidrardgyrum
NGT                : Nasogasrtik Tube
NIC                 : Nursing Interventions Classification
NOC               :Nursing Outcome Classification
PES                 :Problem, Etiologi, dan Sign
RI                    : Republik Indonesia
RSUD             : Rumah Sakit Umum Daerah
SGOT              : Serum Glutamat Oksaloasetic Transaminase
SGPT              : Serum Glutamit Pyruvic Transaminase
SOAP              : Subject, Object, Assesment, dan Planing
Tpm                 : Tetes per menit
TSP                 :Total Suspended Particulate
WHO              : World Healt Organization







BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyakit ini ditandai dengan demam yang berkepanjangan, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, dan sembelit atau terkadang diare. Gejala sering tidak spesifik dan secara klinis tidak dapat dibedakan dari penyakit demam lainnya. Namun, keparahan klinis bervariasi dan kasus yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian (WHO, 2014).
Masalah yang terjadi pada pasien demam thypoid diantaranya yaitu hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi (Suriadi & Yuliani, 2010).
Pada pasien demam thypoid biasanya mengalami ketidakseimbangan nutrisi karena menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang di berikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan gas serta pemberiannya harus melihat keadaan pasien(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013).
Menurut penelitian Putri (2016), pada penderita demam tifoid terjadi penurunan status gizi akibat kurangnya nafsu makan (anoreksia), menurunnya absorbsi zat-zat gizi karena terjadi luka pada saluran pencernaan dan kebiasaan penderita mengurangi makan pada saat sakit. Peningkatan kekurangan cairan atau zat gizi pada penderita demam tifoid akibat adanya diare, mual atau muntah dan perdarahan terus menerus yang diakibatkan kurangnya trombosit dalam darah sehingga pembekuan luka menjadi menurun. Selain itu peningkatan kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan bakteri salmonella typhi dalam tubuh.
Hal ini sesuai dengan penelitian Trang (2015) yang mengatakan bahwa kekurangan nutrisi disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi dan protein yang terkait penyakit akut atau kronis dan dapat diperburuk dengan asupan makanan yang buruk. Hal ini menunjukkan kebutuhanpelaksanaan monitoring dan evaluasi rutin menu rumah sakit guna mendapatkan makanan berkualitas tinggi dalam membantu proses penyembuhan pasien.
Dalam buku Nursing Interventions Classification (NIC)salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu memberikan penahapan diet dengan pemberian makanan 6 porsi kecil setiap hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Meilaty (2013) yang mengatakan bahwa untuk menangani masalah nutrisi khususnya kurangnya nafsu makan (anoreksia), maka dapat dilakukan pemberian makanan dalam porsi kecil tapi sering secara bertahap setiap 3 jam. Menurut Pambudi (2017) tindakan tersebut, dapat mengatasi diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Proporsi semua penderita Tifus dengan pemeriksaan test Widal mengalami gejala demam sewaktu masuk rumah sakit (100,0%), muntah (95,0%), badan lemah (86,7%), mual (86,2%), anoreksia (81,8%), lidah kotor (77,3%), batuk (54,1%), sakit perut (51,9%), sakit kepala (46,4%), perut kembung (33,7%), diare (24,3%), konstipasi (16,6%), sesak nafas (11,0%), gangguan kesadaran (1,7%) dan mimisan (1,1%) (Simanjuntak, Hiswani, & Jemadi, 2012).
Besarnya angka pasti kasus demam thypoid di dunia, sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014, memperkirakan sekitar 21 juta kasus dan 222.000 kematian terkait tifoid terjadi setiap tahun di seluruh dunia. WHO memperkirakan 70% bahwa insidensi dengan biakan darah positif mencapai 180–194 per 100.000 anak, di Asia Selatan sebesar 400–500 per 100.000 penduduk, di Asia Tenggara 100–200 per 100.000 penduduk, dan di Asia Timur Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk. Sedang kejadian demam typhoid di negara berkembang masih sangat tinggi yaitu 500 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia, di perkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300-810 kasus per 100.000 penduduk setahun. Prevalensi 91% kasus demam thypoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Berdasarkan Dirjen Pelayanan Medis Depkes RI (2008) Demam typhoid menempati urutan kedua dari 10 penykit tropis, terbanyak dengan jumlah kasus 81.116 (Saputri, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, penderita demam typoid sebanyak 16.743. Kasus yang tertinggi yaitu di Kabupaten Bulukumba (3.270 kasus), Kota Makassar (2.325 kasus) Kabupaten Enrekang (1.153 kasus) dan terendah di Kabupaten Toraja Utara (0 kasus), Kabupaten Luwu (1 kasus) dan Kabupaten Tana Toraja (19 kasus). Demam thypoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi paling sering terjadi pada anak daripada orang dewasa, dengan perbandingan 3:1(Syahrir, Agusyanti, Nurmiyati, Parura, & Gasang, 2015).
Dari penelitian dan beberapa data, dapat disimpulkan bahwa penyakit demam typhoid merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian cukup tinggi. Penyakit ini rentan disertai dengan penurunan status nutisi. Selain itu, usia merupakan faktor yang signifikan terhadap kejadian demam tifoid dalam hal ini rentan terjadi pada usia anak.
Berdasarkan angka kejadian dan kegawatan yang biasa terjadi pada kasus serta pentingnya peran perawat dalam penanganan, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Tifoid dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan di Ruang Perawatan Anak”.
1.2    Batasan Masalah
Bagaimana gambaran keperawatan pada klien yang mengalami tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak?
1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak.

1.3.2        Tujuan Khusus
1)      Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak.
2)      Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak
3)      Merencanakan tindakan penahapan diet; tawarkan makan 6 kali dengan porsi kecil makanan setiap hari pada pasien anak dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak .
4)      Mampu mengimplementasikan tindakan penahapan diet; menawarkan makan 6 kali dengan porsi kecil makanan setiap hari pada pasien anak dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak.
5)      Mampu mengevaluasi tindakan penahapan diet; menawarkan makan 6 kali dengan porsi kecil makanan setiap hari pada pasien anak dengan masalah nutrisi kurang dari kebutuhan di ruang perawatan anak.
1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1        Teoritis
Dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu di bidang keperawatan dan menambah kajian ilmu keperawatan khususnya studi tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien Tifoid.
1.4.2        Praktis
1)      Bagi Penulis
Memberikan pengalaman dan kesempatan pada penulis untuk menerapkan/mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di intitusi pendidikan khususnya studi tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien tifoid.
2)      Bagi Profesi
Tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat, cepat, dan komprehensif.
3)      Bagi Institusi
a)      Rumah Sakit
Perawat dapat meningkatkan kualitas pemberian pelayanan asuhan keperawatan pada anak gangguan nutrisi dengan demam tifoid.
b)      Pendidikan
Dapat sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan.
c)      Bagi klien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang bagaimana penahapan diet dapat meningkatkan nafsu makan klien



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Asuhan Keperawatan Klien dengan Ketidakseimbangan Nutrisi
2.1.1        Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, mapun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan. Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dalam proses keperawatan. Kegiatan utama dalam pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosa keperawatan (Asmadi, 2008).
Adapun pengkajian pada anak dengan demam typhoid meliputi:
1)      Sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
2)      Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, mual, muntah dan nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi yaitu pada minggu pertama).
3)      Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
4)      Kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai somnolen.Sopor, koma, atau gelisah (terjadi jika penyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut, mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu kedua demam. Kadang-kadang ditemukan pula epistaksis pada anak besar.
5)      Pemeriksaan fisik:
a)      Terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue).
b)      Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Bisa terjadi  diare yang biasanya terjadi pada minggu kedua (tahap II).
6)      Pemeriksaan laboratorium
a)      Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
b)      Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
c)      Biakan empedu basil Salmonella thyposa terdapat dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses.
d)     Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif(Susilaningrum et al., 2013).
2.1.2        Diagnosa
Dalam buku diagnosa keperawatan, salah satu diagnosa yang dapat diangkat yaitu; ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh.
2.1.3        Perencanaan
Dalam buku Nursing Interventions Classification (NIC), Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, salah satunya adalah dengan memberikan penahapan diet. Adapun beberapa intervensi dalam penahapan diet meliputi:
1)      Temukan munculnya suara perut.
2)      Berikan nutrisi per oral sesuai kebutuhan.
3)      Klem selang NGT dan monitor toleransi pasien sesuai kebutuhan.
4)      Monitor kesadaran pasien dan adanya reflex menelan sesuai kebutuhan.
5)      Monitor toleransi menelan terhadap kepingan es dan air.
6)      Tentukan apakah pasien bisa buang angin.
7)      Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan diet secepat mungkin jika tidak ada komplikasi.
8)      Tingkatkan diet dari cairan jernih , cair, lembut sampai dengan diet regular atau khusus untuk anak dan dewasa.
9)      Tingkatkan diet dari air gula atau cairan elektrolit oral, formula tingkat menengah sampai formula tingkat lanjut untuk bayi.
10)  Monitor toleransi peningkatan diet.
11)  Tawarkan makan 6 kali dengan porsi kecil.
12)  Temukan cara untuk bias memasukkan makanan kesukaan psien dalam diet yang dianjurkan.
13)  Ciptakan lingkungan yang memungkinkan makanan disajikan sebaik mungkin.
Dari beberapa intervensi tersebut, fokus intervensi yang akan dilakukan yaitu Tawarkan makan 6 kali dengan porsi kecil makanan setiap hari. Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster. Dengan porsi makanan yang sedikit tapi sering dapat menghindari kebosanan klien dan dapat mengurangi rangsangan mual, muntah sehingga makanan yang tersedia dapat terkonsumsi. Selain itu dapat meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster pada klien. Pemberian makan dalam porsi kecil dan sering biasanya lebih dapat ditoleransi dari pada pemberian makanan dalam porsi besar. Jumlah porsi makanan dan minuman untuk satu hari bagi anak sakit sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan porsi sehari-hari. Hanya saja pemberiannya dalam porsi kecil dan diberikan sering (Sudaryanto, 2015).
Dalam buku Nursing Outcomes Classification (NOC), adapun Outcome yang hendak dicapai dalam pelaksanaan intervensi tersebut yaitu peningkatan nafsu makan dengan ditandai adanya peningkatan skala dari fokus 1 Indikator, dalam hal ini rangsangan untuk makan dari skala 1 meningkat ke skala 2 hingga seterusnya:
Tabel 2.1 Skala Outcome Peningkatan Nafsu Makan
Skala Outcome keseluruhan
Sangat terganggu
1
Banyak terganggu
2
Cukup terganggu
3
Sedikit terganggu
4
Tidak terganggu
5
Indikator:

Hasrat/ keinginan untuk makan


1


2


3


4


5
Mencari makanan
1
2
3
4
5
Menyenangi makanan
1
2
3
4
5
Merasakan makanan
1
2
3
4
5
Energi untuk makan
1
2
3
4
5
Intake makanan
1
2
3
4
5
Intake nutrisi
1
2
3
4
5
Intake cairan
1
2
3
4
5
Rangsangan untuk makan
1
2
3
4
5



2.1.4        Implementasi
Menurut Carpenito (2009) komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan keterampilan yang diperlukan untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada:
1)      Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
2)      Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada.
3)      Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
4)      Membantu klien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya sendiri.
5)      Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
6)      Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
7)       Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
8)      Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
2.1.5        Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2008).
2.2    Tinjauan Teori
2.2.1        Konsep Dasar Medik
1)      Definisi Thypoid
Demam Thyphoid (enteric fever) ialah penyakit infeksius akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Titik, 2016).
Thypoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi (Padila, 2013).
Types Abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella thypi (Kunoli, 2012).
Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa penyakit demam tifoid adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang menyerang saluran pencernaan.
2)      Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Salmonella thyposa, yang mempunyai ciri:
a)      Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.
b)      Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen, yaitu antigen O (somatik, terdiri zat kompleks lipopolizakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien, terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Susilaningrum et al., 2013).
3)      Patofisiologi
a)      Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka hasil Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika.
b)      Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami hyperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus.
c)      Hati membesar (hapatomegali) dengan infitrasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis vokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman Salmonella thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
d)     Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah disekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ke tiga. Selanjutnya, dalam minggu keempat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan perut).
e)      Sedangkan penularan Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu food (makan) fingers (jari tangan/kuku), vomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui feses (Titik, 2016).
4)      Manifestasi Klinis
Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi. Masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai 1 bulan (Kunoli, 2012).
Masa tunas thypoid 10-14 hari, adapun tanda dan gejalanya yaitu:
a)      Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, perasaan tidak enak di perut.
b)      Minggu II
Pada minggu kedua gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hipertermi, hepatomegali, meteorismus, epitaksis, diare, penurunan kesadaran (Padila, 2013).
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan;
a)      Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b)      Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c)      Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun (pada penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula epistaksis.
d)     Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti (Titik, 2016).
5)      Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah pada usus halus. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak, dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat berupa berikut ini:
a)      Perdarahan usus. Bila sedikit. Hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan bendzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b)      Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c)      Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair), dan nyeri tekan.
d)     Komplikasi di luar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia (Susilaningrum et al., 2013).
6)      Pemeriksaan Penunjang
a)      Pemeriksaan Leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat leukopenia dan limfosistosis relative tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit. walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam thypoid.
b)      Pemeriksaan SOGT dan SGPT
SOGT dan SGPT pada demam thypoid sering kali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya tifoid.
c)      Biakan Darah
Bila baiakan darah positif hal itu menandakan demam thypoid, tetapi biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam thypoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:


(1)   Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboraturium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakterimia berlangsung.
(2)   Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terdapat Salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh, biakan darah dapat positif kembali.
(3)   Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam thypoid dimasa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, anti bodi ini dapat menekan bakterimia sehingga biakan darah negatif.
(4)   Pengobatan dengan Obat Anti Mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
(5)   Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aklutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita thypoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypi, klien membuat antibody atau aglutinin yaitu:
(a)      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
(b)      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari Flagel kuman).
(c)      VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnose, makin tinggi titernya makin besar klien menderita thypoid (Titik, 2016).
7)      Penatalaksanaan
a)      Perawatan
(1)   Klien diitirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
(2)   Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b)      Diet
(1)   Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
(2)   Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
(3)   Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama dua hari lalu nasi tim.
(4)   Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c)      Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu penyembuhan bisa memakan waktu 2 minggu hingga 1 bulan. Antibiotika, seperti ampicilin, Kloramfenikol, trimethoprim, sulfamethoxazole, dan ciprofloxacin serta digunakan untuk perawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat antibiotic adalah:
(a)      Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau inrevena, selama 14 hari.
(b)     Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampicilin dengan dosisi 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
(c)      Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian oral/intravena selama 21 hari.
(d)     Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 4 hari.
(e)      Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
(f)      Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan atibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan fluorokuinolon.
Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama 3 minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya untuk kasus berat dan dengan manifestasi neurologik menonjol, diberi deksametoson dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 hari pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus(Titik, 2016).



2.2.2        Konsep Dasar Kebutuhan Nurisi
1)      Konsep Nutrisi
a)      Definisi Nutrisi
Menurut Kozier (2004) dalam Mubarak & Chayatin (2008), istilah gizi berasal dari bahasa arab gizawi yang berarti nutrisi, oleh para ahli istilah tersebut diubah menjadi gizi. Gizi adalah substansi organik dan non organik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik.
Dalam konsep dasar nutrisi kita mengenal sebuah istilah yang disebut dengan nutrient. Nutrient adalah sejenis zat kimia organik atau anorganik yang terdapat dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya(Mubarak & Chayatin, 2008).
Menurut Ernawati (2012) nutrisi berfungsi untuk:
(1)   Untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh.
(2)   Mengatur proses-proses dalam tubuh.
(3)   Sebagai sumber tenaga.
(4)   Melindungi tubuh dari serangan penyakit.
Sedangkan 3 fungsi utama dari nutrien adalah:
(1)   Menyediakan energi untuk proses pergerakn tubuh.
(2)   Menyediakan struktur meterial untuk jaringan tubuh seperti tulang dan otot.
(3)   Mengatur proses tubuh.
b)      Komposisi dari Nutrisi
1)      Air
Adalah sumber utama yang paling banyak yang berada dalam tubuh kita  dan paling banyak di butuhkan oleh tubuh untuk kelangsungan hidup sebanyak 60-70% dari seluruh berat badan.
Kebutuhan cairan akan terpenuhi melalui cairan setiap hari 6-8 gelas serta makanan yang dikonsumsi setiap hari yang kaya akan air seperti buah-buahan dan sayuran serta air yang diproduksi selama oksidasi makanan. Seseorang yang tidak mengalami gangguan pada kebutuhan nutrisi maka asupan cairan tersebut akan dieksresikan melalui ginjal, paru-paru, kulit serta melalui saluran pencernaan untuk mencapai keseimbangan. Kebutuhan cairan akan semakin meningkat pada kondisi tertentu seperti demam atau kehilangan cairan gastrointestinal.
Air memiliki peranan yang penting dalam tubuh selain sebgaia faktor utama dalam menyusun sel dalam tubuh kita, air juga berperan untuk dalam menyalurkan zat-zat makanan menuju sel. Fungsi air bagi tubuh sendiri adalah membantu proses atau reaksi kimia dalam tubuh serta berberan mengontrol temperatur dalam tubuh.


2)      Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang utama dalam diet. Tiap gram kerbohidrat menghasilkan 4 kilo kalori (kkal). Karbohidrat diperoleh terutama dari tumbuhan, kecuali laktosa (gula susu). Karbohidrat diklasifikasikan menurut unit gula atau sakarida.
Jumlah karbohidrat yang sedikit disimpan dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen. Glikogen, yang disintesis dari glukosa menyediakan energi selama periode puasa yang singkat. Kelebihan kalori karbohidrat akan disimpan dalam bentu lemak. Metabolisme karbohidrat terdiri dari tiga proses utama:
a)      Katabolisme glikogen menjadi glukosa, karbondioksida dan air (glikogenolisis).
b)      Anabolisme glukosa menjadi glikogen untuk penyimpanan (glikogenesis).
c)      Perubahan asma amino dan gliserol menajdi glikogen untuk energi (glukoneogenesis).
Rentang asupan karbon dalam diet yang diet yang di rekomendasikan adalah 50%-60% dari total kalori, lebih disukai dalam bentuk karbohidrat yang kompleks, seperti roti dan biji penuh sereal. Karbohidrat merupakan sumber bahan bakar utama untuk otak, otot rangka selama latihan, eritrosit dan leukosit dan medulla renal.
3)      Protein
Protein dalam tubuh memberikan sekitar 4 kkal/g sebagai sumber energi selain itu juga protein sangat berperan penting untuk mensintesis (membangun) jaringan tubuh dalam pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan. Protein dalam makanan yang penting sederhana dibentuk dalam asam amino yang diikat bersama oleh ikatan peptida.
Pencernaan protein terjadi di dalam lambung yang dibantu oleh pepsin merupakan enzim peptic lambung akan aktif pada pH 2,0-3,0 dan tidak aktif pada pH di atas 5 sehingga menyebabkan enzim ini dapat melakukan aktifitas pencernaan terhadap protein. Selain itu juga pencernaan protein terjadi pada usus halus bagian atas yaitu pada duodenum dan jejunum yang dipengaruhi oleh enzim proteolitik dari sekresi pankreas karena saat protein meninggalkan lambung yang sudah terbentu dalam proteosa, pepton dan polipeptida-polipeptida besar akan dipecahkan di usus halus menjadi tripsin, kemotripsin, karboksipeptida proelastase oleh enzim-enzim proteolitik dari pankreas kemudian molekul-molekul protein akan dipecahkan menjadi polipeptida-polipetida kecil dengan bantual poliptidase akan membuat asam-asam amino yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Selain asam amino protein juga terdiri atas 16 % nitrogen sebagai keseimbanagan antara asupan dan pengeluaran nitrogen yang dibutuhkan utuk pertumbuhan, kehamilan dan penyembuhan luka pada keseimbangan nitrogen posistif, sedangkan keseimbangan nitrogen negatif yang disebabkan oleh distruksi jaringan tubuh dan biasanya terjadi pada kondisi tertentu seperti infeksi, luka bakar, demam, kelaparan dan cedera.
Protein sangat hemat digunakan untuk menyimpan energi ketika karbohidrat yang cukup dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, sehingga protein dapat digunakan utuk keseimbangan nitrogen dan membangun jaringan.
4)      Lemak
Lemak (lipid) merupakan nutrisi yang paling berkalori sekitar 8 kkal/g dalam tubuh. Lipid tersusun dari karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi proporsi setiap elemen berbeda dari karbohidrat. Lemak (lipid) dasar disusun dari trigliserida dan asam lemak.
a)      Trigliserida yang bersirkulasi melalui aliran darah yang dibentuk oleh tiga asam yang melekat pada gliserol.
b)      Asam lemak tersusun dari rantai atom karbon dan atom hydrogen dengan kelompok asam pada satu ujung rantai dan kelompok metil pada ujung lain.
Proses selama asam lemak disintesis disebut lipogenesis. Asam lemak dapat jenuh, diaman tiap karbon dalam rantai memiliki dua atom hidrogen yang melekat dengan yang lain dengan ikatan ganda. Asam lemak tidak jenuh tunggal memiliki dua atau lebih ikatan ganda, sedangkan asam lemak tidak jenuh ganda memiliki duatai memiliki dua atom hidrogen yang melekat dengan yang lain dengan ikatan ganda. Asam lemak tidak jenuh tunggal memiliki dua atau lebih ikatan ganda, sedangkan asam lemak tidak jenuh ganda memiliki dua ikatan ganda karbon atau lebih. Beragam tipe asam lemak memiliki kepentingan utuk kesehatan dan timbulnya penyakit.
Asam linolenat, asam lemak tidak jenuh, merupakan satu-satunya asam lemak esensial pada manusia. Asam linolenat dan asam arakidonat, juga asam lemak tidak jenuh adalah penting  untuk proses metabolism tapi dapat dihasilkan oleh tubuh apabila tersedia asam lenoleat.
Pencernaan lemak dimulai dalam lambung (meskipun hanya sedikit) karena dalam mulut tidak ada enzim pemecah lemak. Lambung mengeluarkan enzim lipase untuk mengubah sebagian kecil lemak menjadi asam lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening yang selanjutnya masuk ke dalam peredaran darah untuk kemudian tiba di hati. Sintesis kembali terjadi dalam saluran getah bening, mengubah lemak glisserin menjadi lemak seperti aslinya.

5)      Vitamin
Vitamin merupakan substansi organik dalam jumlah kecil pada makanan yang esensial untuk metabolism normal. Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin dalam jumah yang dibutuhkan dan bergantung pada asupan diet. Walaupun vitamin terkandung dibanyak makanan juga dipengaruhi oleh proses, penyimpanan, penyerapan. Kandungan vitamin tertinggi biasanya terdapat pada makanan segar yang digunakan dengan cepat setelah terpapar panas, udara dan air mineral. Vitamin diklasifikasikan sebagai yang larut air dan lemak.
Secara umum, vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yakni vitamin larut-lemak dan vitamin larut dalam air. Vitamin larut dalam air adalah vitamin C dan vitamin B kompleks yang terdiri 8 vitamin. Vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K.
6)      Mineral
Unsur mineral mempunyai beberapa fungsi dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, kalsium, fosfor dan magnesium penting untuk penyusunan tulang dan gigi. Dari segi nutrtisi, kalsium dan zat besi adalah unsur yang paling penting karena terdapat dalam jumlah sedikit dalam makanan. Sedangkan unsur kelumit yang terpenting adalah iodin, sebab unsur ini dibutuhkan oleh kelenjar tiroid untuk pembentukan tiroksin, yakni hormon yang berperan dalam pengaturan kecepatan oksidasi nutrien dalam tubuh (Ernawati, 2012).
c)      Proses Pencernaan Nutrisi
Untuk melakukan fungsinya, semua sel tubuh memerlukan nutrien. Nuntrien ini harus diturunkan dari masukan makan yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral serta selulosa dan bahan sayuran lain yang tidak bernilai nutrisi.
Fungsi utama pencernaan dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan memberikan kebutuhan tubuh ini:
(1)   Pemecahan partikel makanan kedalam bentuk molekuler untuk dicerna.
(2)   Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke dalam aliran darah.
(3)   Mengeliminasi makan yang tidak tercerna dan terabsorbsi dan produk sisa lain dari tubuh.
Saat makanan di dorong melalui saluran gastrointestinal, makanan mengalami kontak dengan berbagai sekresi yang membantu dalam pencernaan, penyerapan atau eliminasi dari saluran gastrointestinal yang meliputi;
(1)   Pencernaan oral
Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah, dimana makanan dipecah ke dalam pertikel kecil yang dapat ditelan dan di campur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan, melihat, mencicipi makanan dapat menyebabkan refleks salivasi. Saliva adalah sekresi pertama yang kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut oleh kelenjar saliva pada kecepatan kurang lebih 1,5 liter/hari. Saliva mengandung enzim ptyalin amylase saliva yang mulai pencernaan zat pati.
(2)   Menelan
Menelan mulai sebagai aktivitas volunter yang diatur oleh pusat menelan di medulla oblongata dari sistem saraf pusat. Saat makanan ditelan, epiglutos bergerak menutup lubang trakea dan karenanya mencegah aspirasi makanan ke dalam paru-paru. Menelan mengakibatkan bolus makanan berjalan ke dalam esophagus atas, yang berakhir sebagai aktifitas refleks.
Otot halus di dinding esophagus berkontraki dalam urutan irama dari esophagus ke arah lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran. Selama proses pristaltik esophagus ini, sfingter esophagus rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk ke lambung. Akhirnya, sfingter esophagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esophagus.


(3)   Kerja lambung
Lambung mensekresi cairan yang sangat asam dalam berespon atau sebagai antisipasi terhadap pencernaan makanan. Fungsi sekresi asam ini dua kali lipat: (a) untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsobsi, (b) untuk membantu dekstruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Lambung dapat mensekresi kira-kira 2,4 liter/hari(Ernawati, 2012).
2)      Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan
a)      Penyakit. Saat seseorang dalam kondisi sakit, ia tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, dengan demikian, individu tersebut akan bergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
b)      Hubungan yang berarti. Keluarga merupakan sistem pendukung bagi individu (klien). Selain itu, keluarga juga dapat membantu klien menyadari kebutuhannnya dan mengembangkan cara yang sehat untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
c)      Konsep diri. Konsep diri memengaruhi kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, konsep diri juga memengaruhi kesadaran individu untuk mengetahui apakah kebutuhan dasarnya terpenuhi atau tidak. Individu dengan konsep diri yang positif akan mudah mengenal dan memenuhi kebutuhannya serta mengembangkan cara yang sehat guna memenuhi kebutuhan tersebut.
d)     Tahap perkembangan. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam hal struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, didalam suatu pola yang teratur yang dapat diprediksi, sebagai hasil  dari proses pematangan. Dalam hal ini pemenuhan kebutuhan dasar akan dipengaruhi oleh perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku individu sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungannya.
e)      Struktur keluarga. Struktur keluarga dapat memengaruhi cara klien memuaskan kebutuhannya (Mubarak & Chayatin, 2008).
3)      Masalah Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Yang dimaksud dengan kekurangan nutrisi adalah suatu keadaan dimana seseorang didalam keadaan tidak puasa (normal) atau beresiko kekurangan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme.
Tanda-tanda klinis orang yang mengalami kekurangan nutrisi, adalah:
a)      Berat badan 10-20% di bawah normal.
b)      Tinggi badan dibawah ideal.
c)      Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar.
d)     Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot.
e)      Adanya penurunan albumin serum.
f)       Adanya penurunan tranferin
Penyebab kekurangan nutrisi, kemungkinan disebabkan oleh:
a)      Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori akibat infeksi atau kanker.
b)      Disfagia akibat kelainan persarafan.
c)      Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit crhon atau intoleransi laktosa.
d)     Nafsu makan menurun (Ernawati, 2012).
4)      Metode Pengkajian Nutrisi
Status nurisi seseorang, dalam hal ini klien dengan gangguan status nutrisi, dapat dikaji dengan menggunakan pedoman A-B-C-D.
A: Pengukuran antropometrik (antropometric measurements)
B: Data biomedis (biomecal data)
C: Tanda-tanda klinis (clinical sign)
D: Diet (dietery)
Tujuaan mengkaji kebutuhan nutrisi:
a)      Mengidentifikasi adanya defisiensi nutrisii dan pengaruhnya terhadap status kesehatan.
b)      Mengumpulkan informasi khusus guna menetapkan rencana asuhan keperawatan terkait nutrisi.
c)      Menilai keefektifan asuhan keperawatan terkait nutrisi yang berseiko menyebabkan obesitas, diabetes militus, penyakit jantung, hipertensi.
d)     Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien.
Peran perawat dalam pengkajian nutrisi ialah untuk mengidentifikasi masalah nutrisi, membuat rencana asuhan keperawatan, serta merencanakan pendidikan kesehatan bagi klien, khususnya tentang nutrisi.
Dengan menggunakan pedoman tersebut, kita dapat menilai status gizi seseorang. Untuk itu, perawat perlu memahami tentang tanda-tanda status gizi yang normal.
Komponen-komponen pengkajian nutrisi meliputi pengukuran antropometrik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan biokima, dan data riwayat diet.
(1)   Pengukuran antopometrik
Metode pengukuran ini meliputi pengujian ukuran dan proporsi tubuh manusia. Pengukuran antropometrik terdiri atas (a) tinggi badan, (b) berat badan, (c) tebal lipatan kulit, (d) lingkar tubuh dibeberapa areal seperti kepala, dada, dan lengan. Tujuan pengukuran ini adalah mengevaluasi pertumbuhan dan mengkaji status nutrisi serta ketersediaan energi tubuh.
(a)      Tinggi badan. Pengukuran tinggi badan pada individu, dewasa, dan balita dilakukan dalam posisi berdiri tanpa alas kaki, sedangkan pada bayi dilakukan dalam posisi berbaring. Pada kasus-kasus tertentu, seperti pasien yang mengalami cedera dan fraktur tulang belakang, pengukuran dilakukan dalam posisi berbaring. Satuan tinggi badan adalah cm atau inci.
(b)     Berat badan. Alat ukur yang lazim digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan manual, meskipun ada pula alat ukur yang menggunakan sistem digital elektrik. Hal-hal yang harus diperhatikan saat mengukur berat badan adalah:
-          Alat serta skala alat ukur yang digunakan harus sama setiap kali menimbang.
-          Pasien ditimbang tanpa alas kaki.
-          Pakaian diusahakn tidak tebal dan relatif sama beratnya setiap kali menimbang.
-          Waktu (jam) penimbangan relatif sama, misalnya sebelum dan sesudah makan.
Dalam menilai berat badan pasien, kita perlu mempertimbangkan tinggi badan, bentuk rangka, proporsi lemak, otot, dan tulang, serta bentuk dada pasien. Disamping itu, kita juga perlu mengkaji kondisi patologis yang berpengaruh terhadap berat badan, seperti edema, splenomegali, asites, gagal jantung, atau kardiomegali.
(c)      Tebal lipatan kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit bertujuan untuk menentukan persentase lemak pada tubuh. Pengukuran ini mencerminkan massa otot, jumlah lemak di jaringan subkutan, dan status kalori. Selain itu, pengukuran ini juga digunakan untuk mengkaji kemungkinan malnutrisi, berat badan normal, atau obestas. Area yang sering digunakan untuk pengukuran ini adalah lipatan kulit trisep (tricep skinfold), skapula, suprailiaka. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengukuran antara lain:
-          Anjurkan klien untuk membuka baju guna mencegah kesalahan pada hasil pengukuran.
-          Perhatikan selalu privasi dan rasa nyaman klien.
-          Dalam pengukuran TSP utamakan lengan klien yang tidak dominan.
-          Pengukuran TSP dilakukan pada titik tengah lengan atas, antara akromion dan elekranon.
-          Ketika pengukuran dilakukan, anjurkan klien untuk rileks.
-          Alat yang digunakan adalah Kaliper.
(d)     Lingkar tubuh. Umumnya area tubuh yang digunakan untuk pengukuran ini adalah kepala, dada, dan otot bagian lengan tengah atas. Lingkar dada dan kepala digunakan dalam pengkajian pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Sedangkan lingkar lengan atas (LLA) dan lingkar otot lengan atas (LOLA) digunakan untuk menilai status nutrisi. Satuan ukuran untuk LLA adalah cm. LLA diukur dengan menggunakan alat ukur yang umum digunakan tukang jahit (tape around). Pengukuran dilakukan pada titik tengah lengan yang tidak dominan.
Lingkar pergelangan tangan merupakan area pengkajian yang digunakan untuk menilai bentuk atau kerangka tubuh manusia. Untuk mengukuranya, meteran (tape around) diletakkan sekeliling bagian distal pergelangan tangan dekat prosesus xipoideus. Bila hasil pengukuran lebih dari 10,4 cm kerangka atau bentuk tubuh dianggap besar. Jika hailnya 9,6 sampai 10,4 cm kerangka atau bentuk tubuh dianggap sedang, dan jika kurang dari 9,6 cm dianggap kecil.
(2)    Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada klien merupakan penilaian kondisi fisik yang berhubungan dengan masalah malnutrisi. Prinsip pemeriksaan ini adalah head to toe yaitu dari kepala sampai ke kaki. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap tanda-tanda atau gejala klinis atau defisiensi nutrisi.
(3)   Pemeriksaan biokimia
Nilai yang umum yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah kadar total limfosit, albumin serum, zat besi, transferin serum, kreatinin, hemoglobin, hematokrit, keseimbangan nitrogen, dan tes antigen kulit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan pemeriksaan status nutrisi buruk meliputi penurunan hemoglobin dan hematokrit, penurunan nilai limfosit, albumin serum kurang dari 3,5 gr/dl, dan peningkatan atau penurunan kadar kolesterol.
(4)   Riwayat diet
Berikut adalah faktor risiko yang menyebabkan gangguan nutrisi:
(a)      Riwayat diet
-          Gangguan pada fungsi mengunyah.
-          Asupan makan tidak adekuat.
-          Diet yang salah atau ketat.
-          Kurangnya persediaan bahan makanan selama 10 hari atau lebih.
-          Pemberian nutrisi melalui intravena (total parenteral nutrisi) selama 10 hari atau lebih.
-          Tidak adekuatnya dana untuk penyediaan bahan makanan.
-          Tidak adekuatnya fasilitas penyiapan bahan makanan.
-          Tidak adekuatnya penyimpanan bahan makanan ketidakmampuan fisik.
(b)     Riwayat penyakit (medis)
-          Adanya riwayat berlebih atau kurang.
-          Penurunan berat badan dan tinggi badan.
-          Mengalami penyakit tertentu.
-          Riwayat pembedahan pada sistem gastrointestinal.
-          Anoreksia.
-          Mual dan muntah.
-          Diare.
-          Alkoholisme.
-          Gangguan yang mengenai organ tertentu (kanker, hati, ginjal, tiroid dan paratioid, serta penyakit adrenal).
-          Disabilitas mental.
-          Terapi radiasi.
(c)      Riwayat pemakaian obat-obatan: aspirin, antibiotik, antasida, anti-depresan, agens anti-hipersentivitas, agens anti-inflamasi, agens anti-neoplastik, digitalis, laksatif, diuretik, natrium klorida, dan vitamin atau preparat nutrien lain (Mubarak & Chayatin, 2008).









BAB III
METODE STUDI KASUS
3.1    Desain
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah menggunakan bentuk laporan studi kasus. Studi kasus ialah laporan yang dilaksanakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu yang terdiri dari unit tunggal (Notoatmodjo, 2010).
3.2    Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami penelitian ini, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu variabel dalam studi kasus yang berjudul “Asuhan keperawatan klien yang mengalami demam tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang  dari kebutuhan di ruang perawatan anak”. Adapun penjelasan istilah untuk masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:
3.2.1        Demam tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang menyerang saluran pencernaan. Penyakit ini ditandai dengan demam yang berkepanjangan, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, dan sembelit atau terkadang diare.
3.2.2        Nutrisi kurang  dari kebutuhan
Kekurangan nutrisi adalah suatu keadaan dimana seseorang didalam keadaan tidak puasa (normal) atau beresiko kekurangan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan tubuh melakukan metabolisme, dengan karakteristik; terjadi penurunan berat badan 10-20% dari berat badan ideal, ketidakmampuan memakan makanan, bising usus hiperaktif, gangguan sensasi rasa, kurang minat pada makanan, anoreksia, tonus otot menurun.
3.3    Unit Analisis
Subyek yang digunakan pada studi kasus ini adalah 2 pasien tifoid yang mengalami gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria:
3.3.1        Inklusi:
1)      Pasien yang didiagnosa dokter mengalami tifoid khususnya mengalami gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2)      Kurang minat pada makanan.
3)      Anoreksia
4)      Pasien berumur antara 5-16 tahun.
5)      Uji Widal (+)
6)      Mengikuti penelitian sampai akhir.
7)      Bersedia dijadikan subjek studi kasus.
3.3.2        Eksklusi:
1)      Pasien tidak kooperatif.
2)      Pasien dengan status nutrisi baik.
3)      Nafsu makan baik.
4)      Umur <5 tahun dan > 16 tahun.
5)      Uji Widal (-)
6)      Pasien tidak mengikuti penelitian sampai akhir.
7)      Pasien/keluarga pasien yang tidak bersedia menjadi responden.

3.4    Lokasi dan Waktu
Lokasi studi kasus merupakan tempat dimana pengambilan kasus dilaksanakan (Notoatmodjo, 2010). Studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Perawatan Anak.  Waktu studi kasus adalah rentang waktu yang digunakan penulis untuk mencari kasus (Notoatmodjo, 2010). Studi kasus ini akan dilakukan pada bulan Juli 2017 minimal 3 hari.
3.5    Pengumpulan Data
Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang digunakan;
3.5.1        Wawancara (hasil anamnesis berisi ttg identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data dari pasien, keluarga, perawat lainnya).
3.5.2        Observasi dan Pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, Asukultasi) pada sistem tubuh pasien.
3.5.3        Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yg relevan).
3.6    Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrumen utama), uji keabsahan data dilakukan dengan:
3.6.1        Memperpanjang waktu pengamatan / tindakan.
3.6.2        Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu pasien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3.7    Analisa Data
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang berisikan satuan jumlah maupun pernyataaan verbal dari subyek sebagai data pendukung. Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.
3.8    Etik Studi Kasus
Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :
3.8.1        Otonomy
Prinsip ini berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan nasibnya sendiri (independen). Hak untuk memilih apakah ia disertakan atau tidak dalam suatu proyek penelitian dengan memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan dalam informed consent.
Informed consent Merupakan upaya peningkatan perlindungan terhadap salah satu hak asasi pasien (subjek penelitian) dalam hubungan penelitian dan pasien, yaitu hak asasi informasi dikaitkan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri (otonomi pasien).

3.8.2        Beneficence (perilaku baik)
Perawat agar selalu berupaya dalam segala tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien mengandung prinsip kebaikan (promote good). Prinsip berbuat yang terbaik bagi pasien ini tentu saja dalam batas-batas hubungan terapiutik antara perawat-pasien.
3.8.3        Nonmaleficien (tidak membahayakan)
Penelitian yang dilakukan oleh perawat hendaknya tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan pasien, apalagi sampai mengancam jiwa pasien, namun sampai mengorbankan pasien atau mendatangkan bahaya bagi pasien sebaiknya penelitian dihentikan.
3.8.4        Confidentiality (kerahasiaan)
Etika yang diterapkan penulis adalah kerahasiaan. Oleh karena itu, penulis hanya menuliskan inisial nama pasien, mengingat hal ini merupakan hal privasi oleh seseorang/pasien, sehingga penulis merasa kurang cocok untuk ditampilkan identitas pasien pada karya tulis ilmiah yang dapat dibaca oleh masyarakat luas.
3.8.5        Veracity (kejujuran)
Proyek penelitian yang dilakukan oleh perawat hendaknya dijelaskan secara jujur tentang manfaatnya,  efeknya, dan apa yang didapati, jika pasien dilibatkan dalam proyek tersebut. Penjelasan seperti ini harus disampaikan kepada pasien karena mereka mempunyai hak untuk mengetahui segala informasi kesehatannya secara periodik dari perawat

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil
4.1.1        Gambaran lokasi Studi Kasus
RSUD Tenriawaru merupakan rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Bone yang terletak di Jalan DR. Wahidin Sudirohusodo Watampone, Kelurahan Macanang, Kecamatan Tanete Riattang Barat. RSUD Tenriawaru bone terdiri dari beberapa ruangan, dalam studi kasus ini lokasi penelitian terletak di Ruang Perawatan Anak II tepatnya di lantai dua kamar 3 dan 4.
4.1.2        Karakteristik Partisipan
Partisipan atau subyek penelitian terdiri dari 2 pasien yang sesuai dengan iklusi dengan karakteristik sebagai berikut:
1)      Pasien yang didiagnosa dokter mengalami tifoid khususnya mengalami gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2)      Kurang minat pada makanan.
3)      Anoreksia
4)      Pasien berumur antara 5-16 tahun.
5)      Uji Widal (+)
6)      Mengikuti penelitian sampai akhir.
7)      Bersedia dijadikan subjek studi kasus


4.1.3        Data Asuhan Keperawatan
1)      Pengkajian
a)      Biodata
Tabel 4.1 Identitas Klien
Identitas Klien
Klien 1
Klien 2
Nama                 
An. “N”
An. “M”
Umur/Tgl Lahir 
5 Tahun/09-05-2012
6 Tahun/05-11-2011
Jenis Kelamin    
Perempuan
Laki-laki
Agama               
Islam
Islam
Pendidikan         
Belum Sekolah
SD
Pekerjaan           
Belum bekerja
Pelajar
Tgl Masuk RS   
10-07-2017
09-07-2017
Tgl Pengkajian  
11-07-2017
11-07-2017
Diagnosa Medis
Tifoid
Tifoid

b)      Riwayat Penyakit
Tabel 4.2 Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit
Klien 1
Klien 2
Keluhan Utama    
Kurang nafsu makan
Demam
Riwayat Penyakit  Sekarang  
Ibu klien mengatakan beberapa hari anaknya tidak mau makan, sejak anaknya demam 5 hari di rumah, sehingga ia  membawa anaknya di rumah sakit tenriawaru watampone pada tanggal 10 juli 2017, dan demamnya naik turun. Pada saat di kaji pada tanggal 11 juli 2017, ibu klien mengatakan anaknya mual muntah, kurang nafsu makan, dan porsi makan tidak dihabiskan. Keadaan umum klien lemah, klien terlihat menggeleng saat diberi makan, lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah, uji widal (+), suhu tubuh sudah normal (36,6oC),
Ibu klien mengatakan anaknya demam sudah 4 hari di rumah, sehingga ia  membawa anaknya di rumah sakit tenriawaru watampone pada tanggal 09 juli 2017, saat dikaji pada tanggal 11 juli 2017,  ibu klien mengatakan demam anaknya naik turun, anaknya tidak mau makan dan mual muntah. keadaan umum klien lemah, lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah, uji widal (+), suhu tubuh 38oC, tubuh klien teraba hangat, ekpresi wajah klien cemas.


Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan anaknya pernah di rawat di rumah sakit saat terkena penyakit DBD
Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu klien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti TBC, jantung, DM, Hipertensi, maupun jiwa
Ibu klien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti TBC, jantung, DM, Hipertensi, maupun jiwa

c)      Perubahan Pola Kesehatan
Tabel 4.3 Nutrisi
Klien
Kondisi
Sebelum sakit
Saat sakit
Klien 1


















Selera makan


 Ibu klien mengatakan sebelum sakit, selera makan anaknya baik, dan porsi makan selalu di habikan
Ibu klien mengatakan anaknya kurang nafsu makan dan porsi makan tidak dihabiskan
Menu makan
 Nasi dan lauk pauk
 Bubur, nasi, terlur, ikan, kue dan biskuit
Frekuensi makan



 3 kali sehari




 Ibu klien mengatakan saat sakit, makan anaknya tidak teratur karena anaknya sulit untuk makan dan tidak ada nafsu makan
Makanan yang disukai
 Kue donat
 Tidak ada
Makanan pantangan
Ibu klien mengatakan tidak ada makanan pantangan
 Tidak ada makanan pantangan
Pembatasan pola makan
 Ibu klien mengaakan tidak ada pembatasan pola  makan
 Ibu klien mengatakan tidak ada pembatasan pola  makan
Cara makan

 Ibu klien mengatakan anaknya makan sendiri tanpa dibantu orang tua
 Ibu klien mengatakan anaknya makan dengan cara disuap olehnya.
Ritual saat makan
 Tidak ada ritual saat makan
 Tidak ada ritual saat makan
Klien 2












Selera makan

 Ibu klien mengatakan sebelum sakit, selera makan anaknya baik
 Ibu klien selera makan anaknya tidak baik, dan klien terlihat menggeleng saat ditawarkan makan
Menu makan
 Nasi dan lauk pauk
 Bubur, nasi, terlur, ikan, kue dan biskuit
Frekuensi makan

 3 kali sehari


 Ibu klien mengatakan saat sakit, makan anaknya tidak teratur karena tidak ada nafsu makan
Makanan yang disukai
 Tidak ada makanan khusus yang disukai
 Tidak ada
Makanan pantangan
 Ibu klien mengatakan tidak ada makanan pantangan
 Ibu klien mengatakan tidak ada makanan pantangan
Pembatasan pola makan
 Ibu klien mengatakan tidak ada pembatasan pola makan
 Ibu klien mengatakan tidak ada pembatasan pola makan
Cara makan

 Ibu klien mengatakan anaknya makan sendiri
 Ibu klien mengatakan anaknya makan dengan cara disuap olehnya dan dibujuk
Ritual saat makan
Baca doa sebelum makan 
 Dibujuk untuk makan dan Baca doa sebelum makan 

d)     Pemeriksaan Fisik
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik
Hal yang dikaji
Klien 1
Klien 2
Keadaan umum klien
Keadaan umum klien lemah
Keadaan umum klien lemah
Tanda-tanda vital
Suhu
36,6oC
38oC
Nadi
110 x/i
120x/i
Pernapasan
20 x/i
24x/i
Tekanan darah
90/70 mmHg
110/70 mmHg
Kesadaran
Komposmentis
-    Eye: 4
-    Motorik : 6
-    Verbal: 5
Nilai GCS: 15
Komposmentis
-    Eye: 4
-    Motorik : 6
-    Verbal: 5
Nilai GCS: 15




Tabel 4.5 Antropometri
Hal yang dikaji
Klien 1
Klien 2
Tinggi badan
104 cm
110 cm
Berat badan
16 Kg
17 Kg
Lingkar lengan atas
13 cm
14 cm
Lingkar kepala
47 cm
49 cm
Lingkar dada
50 cm
53 cm
Lingkar perut
45 cm
48 cm

Tabel 4.6 Sistem pencernaan
Metode IAPP
Klien 1
Klien 2
Inspeksi
 Sklera tidak ikterus, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor, tidak terdapat stomatitis pada mulut,
Sklera tidak ikterus, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor, tidak terdapat stomatitis pada mulut,
Auskultasi
 Bising usus 9 x/i
Bising usus 20 x/i
Palpasi
 Tidak teraba adanya feses, tidak ada pembesaran hati maupun limfa.
 Tidak teraba adanya feses, tidak ada pembesaran hati maupun limfa.
Perkusi
 Kembung, Hipertimpani
Kembung, Hipertimpani

e)      Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Tabel 4.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
Klien 1
Klien 2
Widal
Salmonella Thypi
O
1/320
 1/300

H
1/320
 1/300
Salmonella Parathypi
AH
1/80
 1/80

BH
 1/80
 1/80
WBC
16,5  103/mm3
20,7  103/mm3






Analisa Data
Tabel 4.8 Analisa Data
Analisa Data
Etiologi
Masalah
Klien 1
Data Subjektif:
-          Ibu klien mengatakan anaknya kurang nafsu makan
-          Ibu klien mengatakan porsi makan tidak dihabiskanIbu klien
-          Ibu klien mengatakan anaknya mual muntah
Data Objektif:
-          Keadaan umum klien lemah
-          Klien terlihat menggeleng saat diberi makan
-          Lidah kotor
-          Bibir kering dan pecah-pecah
-          Uji widal (+)

Bakteri Salmonella thiposa


Saluran pencernaan


Invasi ke usus halus


Inflamasi


Mual muntah

Anoreksia


Ketidaksimbangan intake pada tubuh


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Ketidak-seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia















Klien 2
Data Subjektif:
-          Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau makan
-          Ibu klien mengatakan anaknya mual muntah
DO:
-          Keadaan umum klien lemah
-          Lidah kotor
-          Klien dibujuk untuk makan
-          Uji widal (+) 






 Bakteri Salmonella thiposa


Saluran pencernaan


Invasi ke usus halus


Inflamasi


Mual muntah


Anoreksia


Ketidaksimbangan intake pada tubuh


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Ketidak-seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia
















2)      Diagnosa
Tabel 4.9 Diagnosa Keperawatan
Klien
Diagnosa Keperawatan
Klien 1
 Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia
Klien 2
 Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia

3)      Perencanaan
Tabel 4.10 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Kriteria Hasil
Intervensi
Klien 1 dan
Klien 2;
Ketidak-seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

NOC:
Nafsu makan meningkat, dengan penilaian indikator adanya rangsangan untuk makan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nafsu makan klien meningkat dengan penilaian indikator adanya rangsangan untuk makan, dengan kriteria hasil:
-Ibu klien mengatakan anaknya sudah mulai memiliki keinginan untuk makan
-Anak/klien meminta makanan
Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari


4)      Implementasi
Tabel 4.11 Implementasi
Diagnosa Keperawatan
Rabu/12 Juli 21017
Kamis/13 Juli 2017
Kamis/14 Juli 2017
Klien 1
Ketidak-seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Implementasi
Implementasi
Implementasi
Makan pagi 
(06:00)



Selingan
Pagi
(09:00)


Makan Siang (12:00)




Selingan Siang
(15:00)



Makan Sore (18:00)




Makan Malam  (21:00)
 Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 3 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil:1 kue donat

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 4 sendok dan ½ Telur

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan ½ kue donat

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 4 sendok dan ½ telur

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi dan ikan 5 sendok
Makan Pagi (06:00)



Selingan Pagi (09:00)



Makan Siang (12:00)



Selingan Siang (15:00)



Makan Sore (18:00)




Makan Malam (21:00)
Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 4 sedok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan roti   1 potong

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi dan ikan 5 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan biskuit 3 buah

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur dan ikan 4 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi dan telur 3 endok
Makan Pagi (06:00)



Selingan Pagi (09:00)



Makan Siang (12:00)



Selingan Siang (15:00)



Makan Sore (18:00)




Makan Malam (21:00)
Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi   dan tempe 4 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan roti 1 buah

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan nasi dan tempe 4 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan biskuit 3 buah

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan nasi dan tempe 4 sendok


Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan nasi dan telur 3 sendok
Klien 2
Ketidak-seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 
Implementasi
Implementasi
Implementasi
 Makan Pagi (06:10)



Selingan Pagi (09:10)



Makan Siang (12:10)



Selingan Siang (15:10)



Makan Sore (18:10)



Makan Malam (21:10)
Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 2 sedok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan 2 buah biskuit

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 3 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan 1 Potong Roti

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 4 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur 2 sendok 
 Makan Pagi (06:10)




Selingan Pagi (09:10)



Makan Siang (12:10)



Selingan Siang (15:10)



Makan Sore (18:10)




Makan Malam (21:10)
Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur dan telur 2 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan ½  kue bolu

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi dan ikan 3 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan ½ kue bolu

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan bubur dan telur 3 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi dan telur 3 sendok
 Makan Pagi (06:10)



Selingan Pagi (09:10)




Makan Siang (12:10)



Selingan Siang (15:10)



Makan Sore (18:10)



Makan Malam (21:10)
 Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan nasi dan ikan 3 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan ½ roti


Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan nasi dan ikan 3 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan ½ potong Kue lapis

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Hasil: Klien makan nasi dan telur 2 sendok

Menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari.
Hasil: Klien makan nasi dan telur 2 sendok

5)      Evaluasi
Tabel 4.12 Evaluasi

Dx
Hari 1 (12 Juli 2017)
Hari 2 (13 Juli 2017)
Hari 3 (14 Juli 2014)
Klien 1;
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia










S:
-  Ibu klien mengatakan anaknya kurang nafsu makan
O:
-  Keadaan umum klien lemah
-  Klien terlihat menggeleng saat diberi makan
-  Lidah kotor
A:
Tidak ada peningkatan nafsu makan

P: Pertahankan intervensi;
-   Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari

 S:
-  Ibu klien mengatakan anaknya mulai memiliki keinginan untuk makan
-  Ibu klien mengatakan anaknya meminta makan diluar jadwal penahapan diet yang ditentukan
O:
-  Klien meminta makanan pada jam 08:00
-  Klien makan di luar jadwal penahapan diet
A:
Ada peningkatan nafsu makan

P:   Pertahankanintervensi;
-       Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
 S:
-  Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya sudah bagus
-  Ibu klien mengatakan anaknya meminta makan diluar jadwal penahapan diet yang ditentukan
-  Ibu klien mengatakan anaknya makan di luar jadwal penahapan diet; jam 16:00 klien makan bubur dan   telur 5 sendok
O:
-  Klien makan di luar jadwal penahapan diet; Jam 07:30 makan nasi dan ikan 5 sendok
A:
 Nafsu makan meningkat

P:   Pertahankan intervensi;
-       Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
Klien 2;
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 S:
-  Ibu klien mengatakan anaknya kurang nafsu makan
O:
-  Keadaan umum klien lemah
-  Klien menggeleng saat diberi makan
-  Klien mual muntah saat diberi makan
-  Lidah kotor
A:
Tidak ada peningkatan nafsu makan

P: Pertahankan intervensi;
-   Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari
 S:
-  Ibu klien mengatakan anaknya kurang nafsu makan
O:
-  Keadaan umum klien lemah
-  Klien menggeleng saat diberi makan
-  Lidah kotor
A:
Tidak ada peningkatan nafsu makan

P: Pertahankan intervensi;
-       Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari

   S:
-  Ibu klien mengatakan anaknya kurang nafsu makan
O:
-  Keadaan umum klien lemah
-  Klien menggeleng saat diberi makan
-  Lidah kotor
A:
Tidak ada peningkatan nafsu makan

P: Pertahankan intervensi;
-       Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari



4.2    Pembahasan
Pada sub bab ini, penulis akan membahas kesenjangan antara kasus dengan kasus, dan  teori dengan kasus yang ditemukan pada klien An. “N” dan klien An. “M” yang mengalami tifoid dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Rumah Sakit Tenriawaru Kabupaten Bone, yang dilaksanakan pada tanggal 11-14 Juli 2017.
Secara garis besar tampak adanya persamaan antara landasan teori yang telah dibahas dalam bab II dengan tinjauan kasus karya tulis ini, namun tetap ditemukan kesenjangan sekalipun relatif kecil mengingat perbedaan tingkat beratnya penyakit dan respon klien terhadap penyakit.
Untuk memudahkan pembahasan, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
4.2.1        Pengkajian
Pada kasus An. “N”, penulis menemukan data-data sebagai berikut: Riwayat demam, perasaan tidak enak badan, lesu, mual, muntah dan nafsu makan kurang. Pada pemeriksaan fisik terdapat bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), perut kembung. Pada pemeriksaan  laboratorium, terdapat uji widal (+) dengan titer zat anti terhadap antigen O bernilai 1/350.
Sedangkan Pada kasus An. “M”, penulis menemukan data-data sebagai berikut: Demam, perasaan tidak enak badan, lesu, mual, muntah dan nafsu makan kurang. Pada pemeriksaan fisik terdapat  Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), bibir kering dan pecah-pecah, perut kembung, dan ekspresi wajah cemas. Pada pemeriksaan  laboratorium, terdapat uji widal (+) dengan titer zat anti terhadap antigen O bernilai 1/300.
Menurut Susilaningrum (2013),  Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada penderita Tifoid antara lain : Demam, perasaan tidak enak badan, lesu, mual, muntah dan nafsu makan kurang. Umumnya, kesadaran pasien menurun. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola. Kadang-kadang ditemukan pula epistaksis. Pemeriksaan fisik terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), biasanya terjadi diare. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada pemeriksaan  laboratorium, terdapat uji widal (+) dengan titer zat anti terhadap antigen O bernilai 1/200 atau lebih.
Berdasarkan data di atas, penulis berpendapat bahwa terdapat kesenjangan pada pengkajian tifoid yaitu :
1)      Pada kasus An. “N ” dan An. “M”, Penulis tidak menemukan adanya penurunan kesadaran, sedangkan pada teori dikatakan bahwa penderita tifoid umumnya, kesadaran pasien menurun. Penulis tidak menemukan data tersebut pada saat pengkajian, karena penyakit yang dialami An. “N ” dan An. “M” masih dalam masa inkubasi (tahap I). Sedangkan dalam teori dikatakan penurunan kesadaran terjadi pada kasus yang berat, yang biasanya terjadi akibat penanganan yang terlambat.
2)      Pada kasus An. “N ” dan An. “M”, Penulis tidak menemukan reseola, epistaksis , dan diare. Sedangkan pada teori dikatakan bahwa penderita tifoid  ditemukan reseola pada punggung dan anggota gerak yaitu bintik-bintik kemerahan, selain itu epistaksis, dan diare. Penulis tidak menemukan data tersebut, karena data ini dialami pada penderita tifoid yang berada pada tahap II (masa tunas) yang terjadi pada minggu ke dua, sedangkan An. “N ” dan An. “M”  menderita tifoid pada tahap I ( masa inkubasi) yang terjadi pada minggu pertama, selain itu pada pemeriksaan fisik juga tidak ada data yang mendukung  tanda dan gejala tersebut, dimana bising usung 9 kali/menit pada An. “N” dan 20 kali/menit pada An. “M”. Hal ini berarti bising usus/gerakan peristalik ke dua klien dalam rentang normal yang menunjukkan tidak adanya tanda-tanda diare.
3)      Pada kasus An. “N ” dan An. “M”, Penulis tidak menemukan data hati dan limfa membesar, sedangkan pada teori dikatakan bahwa penderita tifoid mengalami pembesaran hati dan limfa disertai nyeri pada perabaan. Penulis tidak menemukan data tersebut, karena berdasarkan teori dikatakan bahwa hepatomegali dan splenomegali  terjadi ketika Salmonella thypi masuk ke aliran darah dan menuju ke hati maupun limfa yang akhirnya organ ini dijadikan tempat perkembangbiakan basil tersebut, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang terjadi pada minggu kedua.
Berdasarkan data tersebut, penulis menemukan kesenjangan antara kasus
4.2.2        Diagnosa
Pada kasus nyata, baik pada An. “N ” maupun An. “M”, ditemukan diagnosa keperawatan; ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan beberapa data pendukung yang meliputi; baik pada An. “N ” maupun An. “M” mengalami penurunan nafsu makan, Mual muntah, dan dimana terjadi penurunan berat badan sebanyak 11% pada An. “N ” dan 15% pada An. “M”
Menurut Lestari (2016),  Salah satu diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada penderita tifoid yaitu : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Dalam buku Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, diagnosa tersebut dapat diangkat apabila terdapat batasan karakteristik yang meliputi; terjadi penurunan berat badan 10-20% dari berat badan ideal, anoreksia, dan mual muntah.
Dari hal tersebut, penulis berpendapat bahwa tidak ada kesenjangan antara kasus dengan kasus, maupun teori dengan kasus dalam diagnosa yang diangkat.


4.2.3        Perencanaan
Menurut Asmadi (2008) Perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam. Tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
Pada kasus, penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang telah ditetapkan dengan  mengacu pada teori yang ada, intervensi keperawatan mencakup tujuan pencapaian outcome dengan penilaian indikator dan kriteria hasil yang sebelumnya telah ditentukan. kemudian merumuskan tindakan keperawatan yang beriorentasi pada 2 klien yang berbeda dengan diagnosa yang sama. Dalam kasus, fokus intervensi yang akan dilakukan yaitu tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari. Adapun outcome yang hendak dicapai yaitu peningkatan nafsu makan yang ditandai adanya rangsangan untuk makan.
Dalam buku Nursing Intervention Classificattions (NIC), salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah atau diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari. Hal ini sesuai dengan penelitian meilaty (2013), yang mengatakan bahwa menu porsi kecil dapat meningkatkan nafsu makan dengan pemberian secara bertahap setiap 3 jam.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa antara kasus dan kasus, maupun teori dengan kasus  dalam intervensi keperawatan tidak ada kesenjangan.
4.2.4        Implementasi
Pada kasus nyata, Penulis telah melaksanakan intervensi keperawatan  sesuai rencana yaitu menawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari. Sebelum melakukan implementasi, penulis terlebih dahulu membuat kontrak dengan keluarga An. ”N” dan An. ”M” yang meliputi kontrak waktu, topik, pelaksanaan, dan  sasaran implementasi, serta memberikan surat tanda persetujuan (informed consent) sebagai bentuk perlindungan hak asasi pasien untuk dijadikan subjek studi kasus.
Menurut Asmadi (2008) impelmentasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan yaitu perawat melakukan tindakan sesuai rencana dimana pada kegiatan implementasi, perawat perlu melakukan kontrak sebelumnya (saat mensosialisasikan intervensi keperawatan), untuk pelaksanaan yang meliputi kapan dilaksanakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan, bagaimana cara pelaksanaan, anggota keluarga yang perlu mendapat informasi (sasaran langsung implementasi).
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan,  bahwa antara kasus dengan kasus, maupun antara teori dengan kasus pada implementasi keperawatan tidak ada kesenjangan.

4.2.5        Evaluasi
Menurut Asmadi (2008), Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Pelaksanaan evaluasi keperawatan dilakukan secara formatif atau sumatif dengan menggunakan SOAP.
Pada kasus nyata, penulis melaksanakan evaluasi keperawatan secara formatif dengan menggunakan SOAP, adapun hasil evaluasi pada tanggal 12 Juli 2017, yaitu intervensi keperawatan; tawarkan makan  6 kali porsi kecil makan setiap hari, didapatkan hasil evaluasi yang sama pada kedua klien, yaitu belum ada peningkatan nafsu makan baik pada An. “N ” maupun An. “M”. Pada tanggal 13 Juli 2017, intervensi keperawatan; tawarkan makan 6 kali porsi kecil makan setiap hari, dapat meningkatkan nafsu makan An. “N”, sedangkan An. “M” tidak mengalami peningkatan nafsu makan. Begitupula pada tanggal 14 Juli 2017, intervensi keperawatan; tawarkan makan 6 kali porsi kecil makan setiap hari, dapat meningkatkan nafsu makan An. “N”, sedangkan An. “M” tidak mengalami peningkatan nafsu makan. Berdasarkan hal tersebut, penulis menemukan kesenjangan antara kasus 1 dengan kasus 2, dimana  An.“N” mengalami peningkatan nafsu makan dihari kedua, sedangkan An.“M” tidak mengalami  peningkatan  nafsu makan hingga hari ketiga.
Berdasarkan penelitian meilaty (2013) yang menjelaskan bahwa  menu porsi kecil dapat meningkatkan nafsu makan dengan pemberian secara bertahap setiap 3 jam. Sedangkan dari kasus, penulis menemukan perbedaan hasil evaluasi antara kedua klien setelah 3 hari implementasi pemberian makan dengan porsi kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penerapan  intervensi yang sama pada ke dua klien, belum tentu menunjukkan hasil yang sama pula.
Penulis berpendapat, kesenjangan yang terjadi yaitu tidak adanya peningkatan nafsu makan pada klien ke 2, dikarenakan  An. “M” mengalami kecemasan (ansietas). Berdasarkan penelitian Angraini (2014), yang menyimpulkan bahwa kecemasan berhubungan dengan status gizi seseorang. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rohmawati (2013), yang mengatakan bahwa hubungan antara kecemasan (anxiety) dengan asupan makan yang kurang, terbukti bermakna secara statistik, dan menunjukkan bahwa seseorang dengan anxiety cenderung untuk mengalami asupan nutrisi yang kurang. Hal ini juga sesuai dengan teori yang mengatakan kecemasan kerap kali menjadi penyebab penurunan nafsu makan. Koping seseorang yang sedang stres berimbas kapada tingkat nafsu terhadap makanan, ada yang bertambah dan ada yang berkurang. Dalam jangka pendek stres akan menekan  nafsu makan karena hipotalamus melepas hormon epineprin (adrenalin) yang melawan rasa lapar.


BAB V
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis membuat kesimpulan dan mengajukan saran sebagai berikut;
5.1  Kesimpulan
5.1.1        Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang meliputi pengkajian data subjektif, objektif, dan data penunjang terhadap An.N dinyatakan benar menderita demam thypoid karena menunjukkan gejala-gejala penyakit demam thypoid yaitu adanya riwayat demam, perasaan tidak enak badan, lesu, mual, muntah dan nafsu makan kurang. Pada pemeriksaan fisik terdapat bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), perut kembung. Pada pemeriksaan  laboratorium, terdapat uji widal (+) dengan titer zat anti terhadap antigen O bernilai 1/350. Pada kasus An. “M”, penulis menemukan data-data sebagai berikut: Demam, perasaan tidak enak badan, lesu, mual, muntah dan nafsu makan kurang. Pada pemeriksaan fisik terdapat  Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), bibir kering dan pecah-pecah, perut kembung, dan ekspresi wajah cemas. Pada pemeriksaan  laboratorium, terdapat uji widal (+) dengan titer zat anti terhadap antigen O bernilai 1/300.
5.1.2        Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan dengan mengacu pada teori sesuai dengan proposal yang sebelumnya telah diajukan, serta berdasarkan pada latar belakang yang mendasari penulis mengangkat diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada penderita tifoid. Berdasarkan data yang ditemukan selama pengkajian, yang terdiri atas Problem, Etiologi, dan Sign (PES), betul adanya bahwa diagnosa yang ditemukan pada kedua kasus nyata tersebut yaitu : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5.1.3        Perencanaan keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan merupakan acuan tertulis yang terdiri dari intervensi keperawatan, dalam hal ini: Tawarkan makan 6 kali porsi kecil setiap hari. Perencanaan keperawatan tersebut, mencakup tujuan umum: terjadinya peningkatan nafsu makan dengan penilaian indikator adanya rangsangan untuk makan.
5.1.4        Implementasi keperawatan
Impelmentasi keperawatan merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan yaitu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana, dalam hal ini menawarkan makanan 6 kali porsi kecil setiap hari pada kedua klien.
5.1.5        Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna untuk menilai, apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak, dengan menggunakan SOAP. Hasil evaluasi kasus yang dilakukan pada tanggal 14 Juli 2017 setelah implementasi selama 3 hari, dimana kasus pertama mengalami peningkatan nafsu makan, sedangkan kasus kedua tidak mengalami peningkatan nafsu makan. Hal ini berarti, penerapan intervensi keperawatan yang sama terhadap kedua klien, belum tentu menunjukkan hasil yang sama pula. Kesenjangan ini terjadi disebabkan   karena keunikan tiap individu dan respon fisiologi maupun psikologi yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah/penyakit.
5.2  Saran
5.2.1        Untuk Penulis
Agar penulis dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan apa yang didapatkan di lapangan dan mendapatkan gambaran tentang kasus yang didapatkan, hendaknya menggunakan  asuhan keperawatan secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah kesehatan secara tepat.
5.2.2        Untuk Klien dan Keluarga
1)    Libatkan klien dan keluarga dalam penentuan diagnosa, rencana asuhan keperawatan maupun pelaksanaan tindakan untuk memaksimalkan tindakan dan hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
2)    Diharapkan agar klien dan keluarga dapat memelihara, meningkatkan serta mengembangkan perilaku hidup sehat.
3)    Anggota keluarga lebih memperhatikan anggota keluarga yang menderita Tifoid.

5.2.3        Untuk Institusi
1)      Rumah Sakit
a)      Diharapkan kepada Rumah Sakit, hendaknya asuhan keperawatan lebih ditingkatkan agar klien dan keluarga dapat mengetahui secara dini mengenai penyakit, cara pencegahan dan penanggulangannya.
b)      Untuk pencapaian kompetensi tindakan keperawatan yang optimal perlu kiranya Rumah sakit melengkapi fasilitas dalam penerapan proses keperawatan.
2)      Pendidikan
a)      Hasil studi kasus yang dilakukan pada An. “N” dan An. “M” merupakan data awal dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada institusi khususnya kepada teman - teman mahasiswa yang akan melaksanakan studi kasus selanjutnya.
b)      Untuk mencapai hasil yang optimal perlu diberikan waktu yang cukup untuk melakukan asuhan keperawatan pada keluarga.
c)      Dalam meningkatkan mutu pendidikan dan profesionalisme kerja diharapkan mahasiswa (i) khususnya untuk perawatan program Diploma III Keperawatan agar kiranya dapat meningkatkan pengetahuan baik dari segi teori maupun keterampilan khususnya klien Tifoid



DAFTAR PUSTAKA
Angraini. (2014). Hubungan Kecemasan dengan Status Gizi.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing Interventions Clsassification (NIC). Jakarta: Moco Media.

Carpenito, L.J. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ernawati. (2012). Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan: Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Trans Info Media.

Herdman, T. ., & Kamitsuru, S. (2016). Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan penyakit Tropis. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Lung Cancer. (2015). Penurunan Nafsu Makan. Retrieved July 14, 2014, from http://penambahnafsumakan.com/stres-menurunkan-nafsu-makan/
Lung Cancer. (2017). Profil RSUD Tenriawaru Bone. Retrieved July 14, 2017, from http://www.rsudtenriawarubone.com/profil/
Meilaty, I. (2013). Penyusunan Menu Porsi Kecil (Small Portion Menu) Untuk Pasien Dengan Malnutrisi DI RSUP DR . Hasan Sadikin Bandung.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcome Classification (NOC). Jakarta: Moco Media.
Mubarak, W. I., & Chayatin, N. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pambudi, D. A. (2017). Upaya Peningkatan Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien Anak Dengan Demam Thypoid.
Putri, T. P. (2016). Hubungan Usia, Status Gizi, dan Riwayat Demam Tifoid dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak Di RSUD Tugurejo Semarang.
Rohmawati, N. (2013). Anxiety, Asupan Makanan, dan Status Gizi


Saputri, L. A. (2014). Kajian Asuahn Keperawatan Anak Gangguan Nutrisi Pada An.R Usia 11 Tahun Dengan Demam Thypoid Di RSUI Yakssi Gemolong.

Simanjuntak, A. B., Hiswani, & Jemadi. (2012). Karakteristik Penderita Tifus Abdominalis dengan Pemeriksaan Test Widal Rawat Inap Di RSU. Dr. F.l.Tobing Sibolga Januari 2010 - Juli 2012, 1–10.

Sudaryanto, G. (2015). Menu Sehat Untuk Anak Sakit. Jakarta: Penebar Swadaya Grup.

Suriadi, & Yuliani, R. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak (2nd ed.). Jakarta: CV. Sagung Seto.

Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (2nd ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Syahrir, Agusyanti, Nurmiyati, Parura, E., & Gasang. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2014. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

Titik, L. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Trang, S., Fraser, J., Wilkinson, L., Steckham, K., Oliphant, H., Fletcher, H., … Arcand, J. (2015). A Multi-Center Assessment of Nutrient Levels and Foods Provided by Hospital Patient Menus.
WHO. (2014). Typhoid. Retrieved July 20, 2017, from http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resiko Pasien Jatuh

Dia Memilih Sahabatku